
Awal tahun 2025, sektor saham sawit (CPO) menjadi bintang di pasar saham Indonesia dengan return lebih dari 60% secara year to date, ditambah dividen yield yang mencapai belasan persen. Hal ini didorong oleh kebijakan biodiesel B40 yang meningkatkan permintaan sawit, sementara produksi relatif stagnan sehingga harga CPO tetap tinggi.
Beberapa saham sawit yang sukses naik dan membagikan dividen di awal tahun 2025 antara lain:
- PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), Membagikan dividen tunai sebesar Rp 254,39 miliar dari laba tahun buku 2024, setara Rp 24 per saham (naik dari Rp 22 per saham tahun sebelumnya). Kinerja kuartal I-2025 cemerlang dengan laba bersih naik 60% yoy dan pendapatan naik 20% yoy.
- PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), Membagikan dividen Rp 330 per saham, total sekitar Rp 600 miliar, atau setara lebih dari 80% laba bersih tahun 2024. Jumlah dividen naik signifikan dari tahun sebelumnya yang Rp 220 miliar.
- PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), Membagikan dividen final Rp 184 per saham dari laba tahun 2024, meningkat dari Rp 165 per saham tahun sebelumnya.
- PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), Membagikan dividen interim total Rp 774,24 miliar dengan dividen per saham Rp 39 untuk tahun buku 2025. Laba bersih semester I/2025 tumbuh 75,36% yoy menjadi Rp 1,69 triliun.
- PT Teladan Prima Agro Tbk (TLDN), Membagikan dividen tunai Rp 401,34 miliar atau setara Rp 31 per saham berdasarkan laba tahun 2024. Pembayaran dividen dijadwalkan pada Mei 2025.
Saham-saham tersebut menunjukkan performa naik mengikuti harga CPO yang tinggi dan membagikan dividen yang menarik di awal 2025 sebagai bentuk keuntungan kepada para investor. Dividend yield-nya juga cukup menggiurkan bagi yang memegang sahamnya sejak tahun sebelumnya.
Namun, setelah "panen raya" sawit, investor mulai melirik sektor baru yang berpotensi memberikan keuntungan besar di sisa tahun ini, yaitu sektor perbankan dan pembiayaan.
Penurunan Suku Bunga Jadi Katalis Kuat
Salah satu faktor makro ekonomi utama yang mendukung pergerakan sektor perbankan adalah penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Pada Agustus 2025, BI menurunkan BI Rate sebanyak 25 basis poin menjadi 5,00%, yaitu titik terendah sejak Oktober 2022. Langkah ini diambil untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan inflasi terkendali dan nilai tukar stabil.
Penurunan suku bunga ini sangat positif bagi sektor perbankan karena menurunkan biaya dana bagi bank dan memungkinkan penurunan suku bunga kredit. Dengan beban bunga yang lebih ringan, risiko gagal bayar dan kredit macet diharapkan menurun, sehingga memperbaiki kualitas aset bank. OJK memperkirakan kinerja sektor perbankan tetap stabil dengan pertumbuhan kredit solid di angka 7% sampai Juli 2025.
Peluang Investasi di Sektor Perbankan
Meskipun saham perbankan sempat mengalami koreksi akibat perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga sebelumnya, saat ini harga saham bank terlihat lebih terjangkau dengan dividen yang sudah melebihi return obligasi. Saham big banks seperti BCA, BBRI, dan BBNI masih menjadi pilihan favorit dengan fundamental yang solid dan posisi pasar dominan.
Selain itu, digitalisasi dan transformasi teknologi menjadi fokus bank-bank besar untuk meningkatkan daya saing di tahun 2025. Ini membuka peluang untuk pertumbuhan kredit yang lebih tinggi hingga kisaran 11-13% di masa depan.
Sektor Pembiayaan dan Properti Digadang Ikut Menguat
Selain perbankan, sektor pembiayaan (leasing), otomotif, dan properti juga diprediksi mendapat dampak positif dari penurunan suku bunga yang akan meningkatkan daya beli masyarakat secara bertahap. Namun, penguatan sektor ini biasanya lebih bertahap dibanding perbankan karena pemulihan ekonomi yang masih gradual.
Kesimpulan: Waktunya Beralih ke Sektor Perbankan
Setelah sektor sawit yang memberi keuntungan besar di awal 2025, kini sektor perbankan menjadi incaran utama investor dengan katalis kuat dari penurunan suku bunga BI. Peluang mendulang cuan dari saham bank dan pembiayaan terbuka lebar dengan harga saham yang menarik, kualitas aset yang mulai membaik, serta prospek pertumbuhan kredit yang menggembirakan.
Dengan memahami faktor makroekonomi dan kondisi pasar terkini, investor dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat portofolio investasi di sektor yang mulai bangkit. Jangan lewatkan kesempatan ini karena penurunan suku bunga diperkirakan akan terus berlanjut ke depan, membuka harapan positif bagi kinerja sektor keuangan Indonesia.