
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengungkapkan bahwa pihaknya tengah melakukan partisipasi bermakna untuk mengumpulkan aspirasi dari semua pemangku kepentingan terkait regulasi Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dalam konteks penyusunan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang relevan, OJK telah memutuskan untuk menunda implementasi Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025. Penundaan ini akan berlaku hingga POJK baru ditetapkan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Misbakhun pada hari Senin, 30 Juni 2025, di gedung Parlemen RI, Jakarta. Di sisi lain, Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, mengkonfirmasi bahwa OJK menerima rekomendasi dari Komisi XI DPR RI.
Seperti yang terungkap oleh CNBC Indonesia, keputusan OJK untuk menunda pelaksanaan co-payment asuransi merupakan langkah strategis, mengingat rencana awalnya akan dilaksanakan pada tahun 2026. Hal ini disambut baik oleh Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, yang menilai keputusan tersebut sangat memahami situasi saat ini.
Ogi menambahkan bahwa permintaan penundaan dari DPR ditujukan agar co-payment tidak dilaksanakan sebelum adanya regulasi yang lebih tinggi yaitu Peraturan OJK (POJK). Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan di Tanah Air.
Meskipun terdapat penundaan implementasi, pentingnya SOSJK terbaru tetap ditekankan untuk menjaga kesehatan industri asuransi kesehatan di Indonesia. Berdasarkan SEOJK No. 7/SEOJK.05/2025, yang diterbitkan pada tanggal 19 Mei 2025, Produk Asuransi Kesehatan diwajibkan untuk menerapkan skema pembagian risiko yang menuntut Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta untuk menanggung minimal 10% dari total klaim yang diajukan.