Harga Minyak Terjun ke US$ 64, OPEC+ Jadi Biang Kerok!

Harga Minyak Terjun ke US$ 64, OPEC+ Jadi Biang Kerok!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada awal perdagangan hari Selasa, 1 Juli 2025, harga minyak dunia mengalami penurunan akibat kekhawatiran di pasar mengenai kemungkinan peningkatan produksi oleh OPEC+. Selain itu, ada juga ancaman tarif baru dari Amerika Serikat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global.

Jika kenaikan produksi ini disetujui dalam pertemuan resmi yang dijadwalkan pada 6 Juli, maka itu akan menjadi yang keempat kalinya secara berurutan dalam satu bulan. Kenaikan tersebut dapat menambah total pasokan minyak baru untuk tahun 2025 menjadi 1,78 juta barel per hari (bph), yang berarti lebih dari 1,5% dari total permintaan global.

Sementara itu, pelaku pasar juga memperhatikan tenggat waktu 9 Juli, ketika AS dijadwalkan untuk menerapkan tarif baru pada sejumlah barang impor. Ketidakpastian ini menambah tekanan pada proyeksi permintaan energi di tingkat global. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, bahkan memperingatkan bahwa tarif tersebut bisa mencapai 50%, walaupun negosiasi dagang masih berlangsung.

Beberapa waktu lalu, ketegangan geopolitik sempat mendorong harga minyak melonjak tajam. Namun, menurut data dari Refinitiv, harga minyak Brent untuk kontrak September turun sekitar 0,24% menjadi US$66,58 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) mengalami penurunan 0,31% menjadi US$64,91 per barel.

Berdasarkan proyeksi harga, Morgan Stanley telah memangkas estimasi harga minyak Brent menjadi kisaran US$60 per barel pada awal 2026, dengan prediksi surplus pasokan mencapai 1,3 juta bph tahun depan yang diikuti dengan meredanya risiko geopolitik global. Penurunan harga ini terjadi setelah kabar bahwa aliansi OPEC+ berencana untuk meningkatkan produksi kembali pada bulan Agustus mendatang.

Walau ketegangan politik mereda, analis memperingatkan bahwa volatilitas pasar minyak tetap tinggi dalam waktu dekat. Fokus utama saat ini adalah menjaga keseimbangan antara sinyal peningkatan produksi dengan potensi penurunan permintaan global, seperti yang diungkapkan oleh analis energi dari JP Energy Research kepada Business Today.

Previous Post Next Post