
Pengadilan di Belanda telah memutuskan bahwa pemerintah wajib mengembalikan dana dari depositonya kepada para pewaris. Dalam hal ini, pemerintah tidak memiliki hak untuk menggunakan uang warisan yang diperoleh dari perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Onghokham dalam bukunya mengenai konglomerat Oei Tiong Ham (1992), Oei Tiong Ham Concern (OTHC) berhasil mengekspor lebih dari 200 ribu ton gula, yang menjadikannya unggul dibandingkan perusahaan Barat pada periode 1911-1912. Meskipun pemerintah mengikuti keputusan tersebut, keluarga Oei menganggap bahwa ini adalah tanda awal dari kehancuran bagi kerajaan bisnis OTHC.
Oei Tjong Tay, putra Oei Tiong Ham, menegaskan bahwa pengembalian dana tersebut mendorong pemerintah untuk mencari alasan dalam upaya penyitaan seluruh aset OTHC yang ada di Indonesia, seperti yang dicatat oleh Benny G. Insiden tersebut memicu berbagai masalah yang akhirnya menyebabkan perusahaan ini runtuh dalam semalam. Permintaan pemerintah ini muncul karena mereka ingin memanfaatkan dana tersebut untuk pembangunan pabrik gula baru.
Situasi serupa juga dialami oleh Oei Tiong Ham Concern, sebuah perusahaan gula yang dominan di pasar gula Asia dan bahkan dunia. OTHC memiliki empat anak perusahaan yang bergerak di sektor gula di lokasi-lokasi strategis seperti India, Singapura, dan London. Kisah ini bermula ketika para pewaris OTHC memutuskan untuk mengajukan tuntutan kepada pengadilan Belanda agar dapat menuntut Bank Indonesia cabang Amsterdam.
Oei Tiong Ham Concern sendiri didirikan pada tahun 1893 oleh seorang pengusaha Tionghoa yang berasal dari Semarang, Oei Tiong Ham. Kiprah dan pengaruh OTHC dalam industri gula sangat signifikan, namun sayangnya, kisah kejayaannya harus terhenti karena konflik yang terjadi dengan pemerintah.