Meski BI Rate Turun, Saham Properti Tetap Lesu!

Meski BI Rate Turun, Saham Properti Tetap Lesu!

Pada tanggal 27 Mei 2025, Hendra menyatakan bahwa selain kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan hunian vertikal dan ruang komersial di daerah Jabodetabek, hal ini juga mempengaruhi prospek pertumbuhan pendapatan berulang pengembang. Perusahaan SMRA menunjukkan ketahanan yang solid melalui pengembangan township di Serpong dan Bekasi, yang berkontribusi signifikan terhadap pendapatan dan laba bersihnya.

Hendra juga mencatat, ketika membandingkan dengan saham Pakuwon Jati (PWON), yang memiliki pendapatan berulang dari segmen mal dan hotel, bahwa valuasi PWON diperdagangkan pada PER 16x dan PBV 0,92x. Hal ini menandakan bahwa pasar belum sepenuhnya menghargai fundamental yang kuat dari saham-saham yang disebutkan.

Kondisi pasar saat itu menunjukkan bahwa ruang kenaikan untuk PWON terbatas, sedangkan CTRA dan SMRA memiliki valuasi yang jauh lebih rendah sambil tetap didukung oleh fundamental yang kokoh. Di sisi lain, jika pemerintahan Prabowo mengeluarkan kebijakan pro-perumahan seperti insentif untuk rumah pertama atau tax holiday untuk pengembang kawasan industri, ini bisa menjadi faktor pendorong utama.

Namun, penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) ke sektor riil, khususnya bunga KPR, masih berlangsung lambat akibat kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit. Masyarakat kelas menengah juga belum sepenuhnya pulih setelah pandemi, ditambah dengan tekanan inflasi yang tinggi dan biaya hidup yang meningkat, menjadikan pembelian properti menjadi kurang menarik.

Pada penutupan perdagangan saham tanggal 29 Desember 2017, IHSG mencatatkan kenaikan 41,60 poin atau 0,66 persen, meskipun sektor properti secara keseluruhan mengalami penurunan. Beberapa emiten besar masih menunjukkan kinerja yang stabil, dengan bagiannya dalam pengembangan kawasan industri GIIC memberikan eksposur ke sektor data center dan otomotif yang tengah berkembang.

Valuasi saham CTRA, SMRA, dan DMAS juga terlihat sangat menarik. Berdasarkan data tahun 2025, PER CTRA berada di 6,9x, SMRA di 7,2x, dan DMAS di 4,8x, yang semuanya jauh di bawah rata-rata industri sebesar 15,8x. CTRA berhasil mempertahankan pertumbuhan marketing sales melalui proyek-proyek di berbagai kota di Indonesia.

Meskipun demikian, saham-saham properti belum menunjukkan respons yang positif terhadap pelonggaran moneter tersebut. Seleksi saham menjadi faktor penting bagi investor, dengan CTRA tercatat pada 0,81x, SMRA di 0,61x, dan DMAS di 0,91x, yang semuanya masih di bawah rata-rata industri yaitu 0,94x.

Untuk investasi properti, penurunan suku bunga BI seharusnya menjadi stimulus positif bagi sektor ini, namun ketiadaan stimulus fiskal baru sejak berakhirnya insentif PPN DTP menjadi tantangan bagi perkembangan sektor properti. Hendra merekomendasikan akumulasi saham SMRA pada level 404 dengan target harga 515, sementara CTRA direkomendasikan sebagai speculative buy dengan target 1.120. DMAS juga dinilai undervalued dan menjadi pilihan menarik dengan target 185. PWON sebaiknya di-hold karena valuasinya yang tinggi.

Terakhir, untuk saham ASRI, Hendra menyebutkan potensi sebagai speculative buy di bawah 90 jika ada perkembangan positif dari manajemen atau restrukturisasi, sedangkan APLN saat ini lebih baik untuk dihindari.

Previous Post Next Post