:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,573,20,0)/kly-media-production/medias/4733652/original/075363300_1706941035-20240202_153523.jpg)
Pada Rabu, 21 Mei 2025, Garuda Indonesia Group mengadakan earnings call yang berlangsung dengan suasana optimis. Pendapatan maskapai ini pada kuartal pertama tahun 2025 mengalami kenaikan sebesar 1,6% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai angka US$723,56 juta. Dalam sebuah Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI yang membahas infrastruktur dan perhubungan, Direktur Utama Garuda, Wamildan Tsani, menyampaikan tentang beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh maskapai penerbangan, termasuk di Indonesia.
Wamildan menegaskan komitmennya untuk melakukan tinjauan keuangan dan operasional secara menyeluruh dengan tujuan meningkatkan kinerja perusahaan serta memperluas jaringan dan kualitas layanan. Dengan penunjukan ini, Garuda Indonesia percaya bahwa proses transformasi yang sedang berlangsung, termasuk optimalisasi kinerja dan penambahan armada, akan membawa hasil positif bagi pelayanan kepada masyarakat, serta mengembalikan Garuda sebagai maskapai yang membanggakan bangsa.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah perubahan struktur biaya yang signifikan akibat kenaikan harga avtur dan biaya pemeliharaan. Wamildan memberikan contoh bahwa pada tahun 2019, biaya penerbangan dari Cengkareng ke Denpasar mencapai Rp194 juta. Selain itu, Garuda masih memikul warisan utang dari manajemen sebelumnya. Namun, kenaikan pendapatan ini juga merupakan hasil dari fokus maskapai pada layanan umrah, yang ternyata menunjukkan dampak positif.
Indikator positif lainnya mencakup tingkat keterisian kursi (seat load factor) yang meningkat lima poin persentase menjadi 78,8%. Peningkatan performa tersebut membantu Garuda Indonesia mengurangi kerugian bersih sebesar 12,5% menjadi US$75,9 juta. Dengan semua upaya yang dilakukan, Garuda Indonesia bertekad untuk memperkuat reputasinya sebagai maskapai penerbangan nasional yang semakin sehat, ujar Wamildan.
Mengingat situasi pasar, Garuda Indonesia optimis dapat kembali meraih kejayaan, terutama setelah BPI Danantara menyatakan niatnya untuk menginvestasikan dana besar, termasuk untuk pembelian pesawat Boeing asal Amerika Serikat. Pada saat yang sama, segmen penerbangan charter juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 93%. Namun, Garuda berencana untuk menutup 97 rute penerbangan secara bertahap hingga tahun 2022 seiring dengan proses restrukturisasi yang sedang berlangsung.
Direktur Utama Wamildan juga mengisyaratkan kemungkinan penurunan harga tiket pesawat, di tengah keluhan mengenai tarif tiket yang masih dianggap mahal. Ia menjelaskan bahwa penetapan harga tiket dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang telah memberikan dampak besar sejak 2019. Selain itu, keuntungan margin yang tipis membuat maskapai rentan terhadap penurunan jumlah penumpang.
Setiap penurunan load factor sekitar 3-5% akan sangat mempengaruhi profit margin, kata Wamildan, merujuk pada analisis dari International Air Transport Association (IATA) yang menunjukkan bahwa ekosistem aviasi secara umum mengalami peningkatan kecuali untuk maskapai penerbangan. Sehubungan dengan situasi ini, Garuda Indonesia mengusulkan penyesuaian terhadap tarif batas atas (TBA), yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi dengan Ditjen Perhubungan Udara.
Wamildan menambahkan bahwa perhitungan tarif akan mempertimbangkan jarak dan durasi penerbangan untuk memberikan solusi yang lebih adil bagi pelanggan.