Sritex: Ancaman Depak dari Bursa Kini Mengintai!

Sritex: Ancaman Depak dari Bursa Kini Mengintai!

Pendapatan dan laba Sritex mengalami penurunan drastis akibat pandemi COVID-19 yang dimulai pada tahun 2020. Aktivitas tersebut mengganggu rantai pasok global dan menyebabkan permintaan dari konsumen menurun. Hal ini menjadi titik awal bagi Sritex untuk mencatat kerugian terbesarnya, dan pergerakan negatif ini berlanjut hingga akhir September 2024.

Dengan situasi yang semakin sulit, perusahaan terpaksa mengambil langkah serius dengan mengajukan restrukturisasi utang melalui mekanisme Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dilakukan pada Mei 2021. Total utang Sritex bahkan mencapai sekitar Rp12,9 triliun.

Berdasarkan analisis pendapatan, tercatat bahwa terjadi penurunan sebesar 35% pada tahun 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seorang perwakilan perusahaan menjelaskan dalam konferensi pers virtual pada tanggal 2 Juni bahwa tidak ada transaksi yang terjadi karena adanya penundaan pembayaran yang terkait dengan MTN tahun 2018.

Lebih lanjut, meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan pengecualian untuk laporan keuangan yang terlambat, Sritex tetap berkewajiban untuk menyampaikan informasi terkait kinerja keuangan mereka. Perdagangan saham SRIL telah dihentikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak 18 Mei 2021, akibat dari ketidakpastian yang muncul.

Dari data yang ada, jelas terlihat bahwa tahun 2021 menjadi tahun paling kelam bagi Sritex sejak perusahaan tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia. OJK pun menyatakan bahwa saham SRIL telah masuk dalam kategori yang berpotensi untuk di-delisting. Sebelum menghadapi krisis ini, Sritex sempat melakukan ekspansi besar-besaran dengan membeli mesin baru dan membuka pabrik tambahan, investasi yang sebagian besar dibiayai melalui utang berbunga tinggi.

Peningkatan utang Sritex ini menjadi sorotan karena berkontribusi pada krisis keuangan yang dialami oleh perusahaan. Berdasarkan data terbaru dari Bursa Efek Indonesia per 22 Mei 2025, masyarakat saat ini memegang 39,89% saham SRIL, menunjukkan besarnya kepemilikan publik dalam perusahaan ini di tengah tantangan yang ada.

Previous Post Next Post