Langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kondisi perusahaan saat ini tidak hanya berfokus pada perbaikan struktur keuangan, tetapi juga berusaha untuk memperkuat fundamental dan operasional kami demi mencapai keunggulan dan menjaga kesinambungan bisnis, ungkapnya dalam pernyataan resmi pada Rabu, 30 April 2025.
WIKA saat ini masih memerlukan dukungan dari para pemegang Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II Tahap II Tahun 2022 untuk menyetujui usulan yang diajukan, sebagai bagian dari inisiatif penyehatan perusahaan. Hal ini mencerminkan kepercayaan para pemangku kepentingan terhadap upaya penyehatan yang sedang dilakukan oleh WIKA.
Dari aspek neraca, usaha berkelanjutan dalam penyehatan ini berhasil menurunkan total utang WIKA, baik kepada mitra kerja maupun lembaga keuangan, sebesar Rp 1,47 triliun pada kuartal I-2025 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berkat pencapaian ini, lembaga pemeringkat kredit, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO), kembali meningkatkan peringkat Obligasi Berkelanjutan II Tahap II Tahun 2022 Seri A WIKA, dari idD menjadi idCCC.
Direktur Utama WIKA, Agung BW, juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas kepercayaan dan dukungan yang diterima dari para pemangku kepentingan. Pencapaian positif ini juga tercermin dari kesepakatan yang telah mencapai kuorum persetujuan dengan para pemegang obligasi, khususnya dalam Obligasi Berkelanjutan II Tahap II Tahun 2022.
Dari laporan realisasi, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mencatatkan nilai kontrak baru pada kuartal I-2025 sebesar Rp 2,16 triliun, yang merupakan penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sumber utama penjualan tersebut berasal dari segmen infrastruktur, gedung, EPC, industri pendukung konstruksi, serta real estate.
Kondisi ekonomi global yang menekan sektor konstruksi juga berpengaruh dalam beberapa waktu terakhir. Penjualan total WIKA selama kuartal I-2025 mencapai Rp 4,84 triliun. Dari penjualan ini, WIKA berhasil mencatatkan laba kotor sebesar Rp 393,46 miliar, yang berasal dari laba proyek non-KSO sebesar Rp 231,33 miliar, sedangkan sisanya berasal dari laba proyek KSO.